PALEMBANG I STARINTI.COM – Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan melakukan penahanan terhadap dua orang yakni ZT dan EM yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 23 Oktober 2023.
Keduanya ditahan sehubungan dengan hasil penyidikan dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Penjualan Aset Yayasan Batanghari Sembilan berupa Asrama Mahasiswa di Jalan Puntodewo Yogyakarta Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Nomor : PRINT-04/L.6/Fd.1/06/2023 Tanggal 07 Juni 2023.
Menurut Kasi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, SH, MH, menjelaskan, tim penyidik telah mengumpulkan alat bukti dan barang bukti sehingga berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dengan inisial yaitu : AS (alm) ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-11/L.6/Fd.1/10/2023 tanggal 23 Oktober 2023, MR (alm) ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-12/L.6/Fd.1/10/2023 tanggal 23 Oktober 2023, ZT ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-13/L.6/Fd.1/10/2023 tanggal 23 Oktober 2023. EM ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-15/L.6/Fd.1/10/2023 tanggal 23 Oktober 2023, DK ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-15/L.6/Fd.1/10/2023 tanggal 23 Oktober 2023.
Bahwa ZT dan EM setelah dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka maka selanjutnya terhadap para Tersangka (ZT dan EM) dilakukan tindakan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Nomor : Print- 03 dan 04 /L.6.5/Fd.1/02/2024 tanggal 26 Februari 2024 untuk 20 hari ke depan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas Iib Merdeka Palembang dari tanggal 26 Februari 2024 s.d 16 Maret 2024. Dasar untuk melakukan Penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP “Dalam hal ini adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana”.kata Vanny, Senin (26/2/24)
Akibat perbuatan mereka, kata Vanny, kerugian keuangan negara kurang lebih sebesar Rp. 10.000.000.000,(sepuluh miliar rupiah), berdasarkan Penilaian KJPP terhadap Objek. Bahwa para saksi yang sudah diperiksa sampai saat ini berjumlah 26 orang. Adapun perbuatan para tersangka melanggar :
Primair :
Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana;
Subsidair :
Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Vanny melanjutkan, modus operandi mereka, yakni AS (alm) selaku mantan pengurus Yayasan Batanghari Sembilan pada tahun 2015 meminta kepada tersangka EM Notaris di Palembang untuk menerbitkan akta pendirian Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan.
Dimana yayasan tersebut batang memiliki aset salah satunya berupa tanah di jalan Puntodewo Yogjakarta yang diatasnya terdapat bangunan asrama mahasiswa Pondok Mesuji yang merupakan aset Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Setelah terbentuk yayasan pengurus menerbitkan surat kuasa tersangka kepada tersangka MR (alm) dan tersangka ZT untuk menjual aset yayasan kepada Yayasan Mualimin Yogyakarta dihadapan notaris tersangka DK.
Para tersangka melakukan peralihan aset dimaksud melanggar ketentuan pasal 68 dan pasal 71 undang-undang yayasan. Bahwa menurut pasal tersebut diatas apabila yayasan tersebut bubar demi hukum karena ia kehilangan status badan hukum, maka terhadap aset tersebut harus dilakukan likuidasi dan terhadap sisa hasil likuidasi dapat diserahkan kepada yayasan yang mempunyai kesamaan kegiatan atau ke badan hukum lainnya yang memiliki kesamaan kegiatan atau diserahkan kepada negara. Dalam hal ini para tersangka menjual aset tersebut bertentangan dengan ketentuan tersebut diatas.
Sementara tersangka AS (alm) dan tersangka MR (alm) telah meninggal dunia. Peranan tersangka EM sebagai notaris di Palembang yang membuat akta 97 dengan memasukan aset yayasan menjadi aset yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan, dan berdasarkan akta tersebut tersangka MR dan ZT menjual asrama mahasiswa Pondok Mesuji di Yogjakarta. peran ZT selaku penerima kuasa penjual. (ADI)